oleh

Mau Nikah setelah Cerai Nikah Siri? KUA: Wajib Menjalani Sidang Isbath

TANA PASER, Nmcborneo.com – Persoalan nikah siri masih persoalan yang krusial pasalnya masih banyak ditemukan oleh pihak Kantor Urusan Agama (KUA), Pengadilan agama dan Disduk Capil. Seperti yang terjadi hari ini pada hari Jum’at (11/3/2022) seorang wali dari calon mempelai laki laki protes terkait aturan pernikahan karena syarat yang diminta agar melakukan sidang isbath.

Khusus Kantor KUA Tanah Grogot, yang mendaftar dengan status cerai tidak tercatat merupakan persoalan yang baru, hal tersebut diungkap Kepala KUA Tanah Grogot H. Syarbani yang menjelaskan bahwa kejadian seperti ini baru ditemukan pendaftar dengan status cerai tidak tercatat.

“Jadi kami pending, agar proses dulu di pengadilan agama yakni sidang isbath, terkait cerai hidup tidak tercatat itu tidak ada di sistem kantor kami dan kami tidak pernah diberi tahu terkait ada cerai tidak tercatat,” kata Syarbani saat ditemui di kantor KUA Tanah Grogot.

Selain itu juga menurutnya, Nikah siri sebaiknya tidak dilakukan karena nikah siri kadang kadang tidak memperhatikan syarat syarat pernikahan bahkan walinya, setelah pernikahan akhirnya tetap mengikuti sidang lagi sehingga menguras pikiran dan waktu.

Berdasarkan PMA nomor 20 tahun 2019, ada beberapa dokumen syarat nikah yang harus dipersiapkan, yang salah satunya adalah adanya orang tua atau wali nikah dan surat akta cerai jika calon pengantin pernah bercerai, dan beberapa surat penting yang menjadi syarat dari pengantar nikah dari desa hingga surat izin orang tua.

Ditempat yang berbeda, Kepala Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Paser Drs, Nasa’i mengatakan terkait pernikahan siri sebaiknya tidak dilakukan, khususnya juga untuk kaum muda dan mudi yang ada di Kabupaten Paser.

“Undang Undang sudah mengatur bagaimana masyarakat kita bisa mentaati hukum agar kawin tercatat,” kata Drs Nasa’i

Imbas dari nikah siri biasanya masyarakat lebih banyak menyalahkan beberapa instansi yang biasanya menyalahkan pihak KUA, Pengadilan Agama dan Disdukcapil.

“Masyarakat bilang kenapa dipimpong padahal urut masalah itu datang dari mereka sendiri yaitu mereka yang melakukan nikah siri di awal, jadi kalau masyarakat bisa paham pasti ada jalan, biasanya itu yang menjadi soal,” ungkap Nasa’i

Salah satu contoh disebut Nasa’i salah satu kasus dimasyarakat ada yang nikah siri kemudian pisah siri kemudian nikah siri lagi dan setelah itu pisah siri lagi, terakhirnya minta disahkan pada akhirnya pengadilan atau KUA tidak bisa menikahkan secara sah jika urut masalahnya tidak diselesaikan satu persatu, maka itulah problemnya.

“Sehingga kita yang disalahkan, katanya pengadilan mempersulit padahal jika mereka mengurai satu persatu dari suami yang terdahulu atau istri terdahulu maka bisa dilakukan isbath dengan yang saat ini,” terangkannya.

Berdasarkan data yang diberikan oleh pengadilan agama jumlah persoalan serupa pada tahun 2019 terdapat 133, tahun 2020 terdapat 111 dan 2021 ada 71 persoalan yang sama.

Nasa’i tetap memastikan pelayanan pengadilan agama kepada masyarakat akan dilakukan secara prima bahkan disini disediakan bantuan hukum secara gratis.

Dikatakannya, pengadilan agama memberikan kemudahan terkait perkara yang diajukan di pengadilan agama khususnya sidang isbath, ada program prodeo khusus orang yang tidak mampu atau khusus warga miskin dengan syarat mudah.

Yang terpenting dari itu pihaknya menghimbau agar sebelum mendaftar dipastikan semua tercatat di Desa dengan by sistem nik, namun jika tidak terdaftar bisa gunakan SKTM, tapi jika masyarakat yang mampu dalam hal pembayaran biasanya bervariasi dan tergantung jarak, paling jauh seperti Kecamatan Tanjung Harapan yang bisa menembus angka lebih dari 2 juta Rupiah, sedangkan yang terdekat seperti Tanah Grogot dengan biaya 600 ribu.

“Selama ada kemampuan anggaran dari pusat masyarakat bisa mendaftar sidang isbath secara gratis sesuai syarat yang ada, dan juga kita lakukan pelayanan setiap kecamatan dengan anggaran terbatas juga,” kata Nasa’i.

Terakhir Nasa’i berpandangan bahwa lemahnya pemahaman masyarakat terkait sidang isbat karena kurangnya sosialisasi dari pihak pihak terkait sehingga masyarakat memandang bahwa persoalan isbath sering mengkambing hitamkan pihak pengadilan agama dan KUA. [AR/Redaksi]

Komentar