oleh

Pernikahan Dini Picu Tingginya Angka Perceraian di Kabupaten Paser

Tana Paser, Nmcborneo.com – Pernikahan dini atau pernikahan di bawah umur dianggap berdampak kurang positif dikalangan masyarakat, pernikahan dini kerap mendatangkan berbagai permasalahan psikologis. Kurangnya persiapan dari berbagai sektor dinilai menjadi penyebab rapuhnya bangunan perkawinan, masalah ekonomi, sosial, bahkan terkadang berakhir diranah hukum.

Kepala Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Paser, Drs, Nasa’i menyatakan pernikahan dini merupakan salah satu pemicu tingginya perceraian selama 3 tahun belakangan.

“Kalau bisa dihindari pernikahan dibawah umur itu, karena bila ditinjau dari kesehatan juga tidak baik, kemudian secara mental dan ekonomi masih belum siap,” kata Nasa’i pada Nmcborneo saat ditemui di ruang kerjanya Pengadilan Agama Kabupaten Paser, Kecamatan Tanah Grogot KM 5 Desa Tepian Batang, Rabu (2/2/2022) siang.

Pernikahan dini dari tahun ke tahun menurut data Pengadilan Agama Kabupaten Paser sejak tahun 2019 hingga tahun 2021 terjadi peningkatan. Hal tersebut terdeteksi dari permintaan masyarakat yang mengajukan izin dispensasi menikah.

Ironisnya, Kabupaten Paser pada tahun 2019 mencatat ada 133 permintaan, tahun 2020 ada 199 dan tahun 2021 ada 221 permintaan dispensasi nikah.

Pada dasarnya Pemerintah hanya mengatur batas usia minimal perempuan untuk menikah yakni 16 tahun, aturan tersebut tertuang dalam UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. namun pada akhirnya 2 tahun yang lalu UU tersebut direvisi dengan UU Nomor 16 tahun 2019 yang berlaku sejak Oktober 2019. Yang mana dalam aturan tersebut menyebut bahwa usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun baik perempuan maupun laki laki.

Menurut Nasa’i ada sosialisasi yang kurang kepada masyarakat terhadap aturan tersebut, bahkan menurutnya terkadang membuat bingung masyarakat bahkan hingga saat ini banyak masyarakat tidak tahu tentang UU baru mengenai batas usia pernikahan tersebut.

“Makanya kita ketika ada aparatur desa dan kecamatan berkunjung ke pengadilan kita sering memberikan informasi terkait UU baru itu, karena masyarakat kita yang terdahulu tahunya umur 16 tahun sudah boleh mengajukan pernikahan,” ungkapnya.

Peningkatan pernikahan dini pada akhirnya dianggap menjadi salah satu penyebab tingginya angka perceraian. hal tersebut telihat dari grafik angka perceraian yang terus meningkat dimana tahun 2020 terdapat 479 perceraian dan tahun 2021 meningkat menjadi 532 kasus perceraian.

Dikatakannya, Faktor lain penyebab tingginya angka perceraian juga disebabkan oleh faktor ekonomi, ditinggal oleh suaminya dan ada juga karena disebabkan oleh pihak ke dua.

“Yang jelas saat ini yang kita harapkan adalah bagaimana agar pernikahan muda itu tidak terjadi dan semua pihak ikut mensosialisasikan bahwa umur pernikahan berdasarkan UU yang baru itu harus berumur 19 tahun baik itu perempuan maupun laki laki,” tutupnya. [AR/Redaksi]

Komentar