oleh

Atasi Ketimpangan Layanan Kesehatan, Pemerintah Bedakan TPP Bagi Nakes berdasarkan Jarak, Resiko dan Biaya

Tana Paser, Nmcborneo.com – Kebutuhan kesehatan masih menjadi hal krusial ditengah kehidupan masyarakat khususnya Kabupaten Paser. Saat ini, belum semua masyarakat bisa menikmati pelayanan kesehatan, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK).

banner

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Paser sampai harus menjalankan Program Kesehatan Berjalan demi memastikan pelayanan prima ke tingkat wilayah terpencil.

Kekurangan tenaga kesehatan di daerah terpencil sudah menjadi rahasia umum ditengah masyarakat. Jumlah tenaga kesehatan yang tidak sebanding dengan luas daerah dan jumlah penduduk ditambah lokasi penempatan yang sulit diakses menjadi tantangan tersendiri bagi tenaga kesehatan (Nakes).

“Kadangkala ada bidan dan perawat yang tidak menghendaki ditempatkan di desa tersebut. Dia milih sehingga di desa A lebih di desa B kurang, Ini yang menyebabkan kepincangan” kata kepala Badan Kepegawaian & Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Paser, Suwito. Jumat (17/03/23).

Menurut Suwito, situasi semacam itulah yang menyebabkan ketimpangan antara pelayanan kesehatan di daerah perkotaan dan desa terpencil.

“Kadangkala ada suatu masyarakat minta orang asli sana. Terkadang orang asli sana tidak ada, kalau pun ada jumlah juga kurang,” lanjutnya

Suwito menyanggah adanya istilah bahwa saat ini kebutuhan akan tenaga kesehatan seperti bidan dan perawat sudah berkurang karena sudah terlalu banyak (Overload).

“Kalo bahasa bidan overload itu adalah bahasa yang ada di Kota, kalo di desa belum. Contoh di Rumah Sakit Overload wajar karena minat masyarakat tinggi kesana. Tapi kalo dibandingkan dengan tingkat desa seperti Muara Samu, Muara Andeh, pasti beda karena banyak orang gak mau,” jelasnya.

Istilah overload itu khusus daerah-daerah yang enak dan mudah diakses (segi kesulitan dan letak wilayah), Lanjut dia. Daerah yang sulit diakses belum atau tidak ada istilah overload tetapi masih sekedar cukup.

“Kita masih memerlukan tenaga mereka (Nakes) hanya kadang kala tenaga itu begitu kita rekrut dan kita tempatkan di suatu tempat mereka milih,” terangnya.

Untuk mengatasi kepincangan ini, terhitung dari 2023, pemberian TPP (Tambahan Penghasilan Pengawai) akan dipertimbangkan berdasarkan Resiko kerjanya, jarak tempuh, tingkat kemahalan wilayah.

“Mulai tahun 2023, pemberian TPP kepada petugas yang tugas di desa dengan yang di kecamatan dan di kabupaten berbeda. Contohnya kalo orang tinggal di Tanjung Aru pasti berbeda dengan orang yang tinggal di senaken. ” Tutupnya

Mk/Redaksi

Komentar