oleh

Bobot Nilai Pada Berkas Administrasi Cakades Dinilai Diskriminatif, Prosesnya Juga Tak Transparan

Tana Paser, Nmcborneo.com – Masih dalam tahapan menunggu penetapan, muncul polemik yang cukup serius pasca seleksi calon kepala desa disejumlah desa di Kabupaten Paser. Polemik ini menyoal persyaratan yang dimasukkan dalam bobot nilai tambahan sebagai syarat administrasi.

Salah satu polemik terjadi di Desa Sungai Tuak, Tokoh Pemuda Desa setempat Syahdan angkat bicara dan melayangkan protesnya terkait aturan seleksi tambahan calon Kepala Desa yang memasukkan bobot nilai syarat ijazah yang menimbulkan kesan upaya menghilangkan kandidat warga desa setempat dengan masuknya kandidat dari luar desa.

banner

Menurutnya hal tersebut juga tidak jelas darimana regulasinya, apakah pernah tertuang dalam perbub atau peraturan apa yang jelas tidak pernah disosialisasikan, “Yang sayangkan kenapa itu aturan persyaratan dinilai, secara otomatis orang sungai tuak ini gugur semua.” Terangnya pada Sabtu, (22/10/22)

Syahdan menggambarkan bahwa dengan standar pendidikan warga desa Sungai Tuak, sangat tidak adil jika dibandingkan dengan mereka yang memang berasal dari luar desa untuk mencalonkan diri bermodalkan ijazah S1 atau S2. Yang secara otomatis punya skor yang timpang jika masuk penilaian. “Bukan saya tidak menerima pendatang di Desa sungai Tuak, Bukan!” Tegasnya

“Saya tidak mempersalahkan banyaknya yang mendaftar, cuma saya setuju jika dengan tes tertulis. Disitu kita liat kemampuan, pengalaman,” Tambah mantan Ketua BPD Desa Sungai tuak tersebut.

Syahdan yang juga pernah menjadi ketua Pelaksana Pilkades di Desa Sungai Tuak tersebut meyakini bahwa jika kompetensi penilaiannya berdasar pengalam dan kinerja maka calon-calon dari desa sungai tuak dipastikan mampu berkompetisi, ” Dan ini tes tertulisnya harus secara transparan, soal harus dirahasiakan,” Tegasnya.

Ia pun berharap agar seharusnya point penilaian tersebut melihat seperti  dari sisi pengalaman kinerja, organisasi, atau apakah pernah menjabat sebagai aparat didesa, ” gak apa apa dinilai, cuman persyaratan jangan dinilai. Ini mengkibiri masyarakat swtwmpat ini yang begini.” Tandasnya

Sementara hal senada juga disampaikan salah satu Bakal Calon Kepala Desa Sungai Tuak ketika dikonfirmasi media. Muhammad Emi mengaku diperlakukan tidak adil dengan adanya bobot nilai untuk persyaratan utama seperti Pendidikan.

Masalah lainnya menurut M. Emi adalah transparansi hasil penilaian yang tidak dipublikasikan oleh panitia pilaksana pilkades, “Tiba – tiba di sampaikan secara lisan 5 besar nama berdasarkan peringkat nilai,” terangnya

“Kita sudah mengikuti tes pertama 25 soal dalam waktu 45 menit, tes kedua 25 soal lagi pilihan ganda. jadi kami ini kecewa dengan kinerja panitia, harusnya kan transparan dibuka,” Lanjut pria yang akrab disapa Usup tersebut.

Ia mengakui bahwa yang didapatkan hanya hasil penilaian berkas dimana perbandingan bobot nilai itu jelas tidak seimbang bagi dirinya yang berpendidikan standar dengan point rendah. Menurutnya tentu jika berkas dinilai dirinya sudah kalah jika dibanding calon dari luar desa yang berpendidikan dengan gelar sarjana.

“Kami mulai dari pembukaan tidak ada berita pak! Cuma pengumuman bakal calon saja,” terangnya terkait syarat penilain ijazah tersebut.

“Kami awalnya pun tidak tahu, harusnya kalau ada peraturan begitu harusnya kan dilampirkan supaya kita bisa tau, tapi ini tidak ada sama sekali,” Paparnya

Ia berharap agar transparansi dan adil, panitia harus kembali membuka berkas atau penjaringan harus diulang kembali.

Penulis : FC
Editor   : Redaksi

Komentar